Selasa, 05 Oktober 2010

Darah Dan Jiwa Dayak


Tanah, sungai dan hutan adalah 3 elemen terpenting yang memungkinkan sesorang hidup sebagai orang Dayak sejati. Selama berabad-abad 3 elemen ini telah membentuk sebuah identitas yang unik yang kita kenal sekarang sebagai orang Dayak. Orang Dayak dapat mempertahankan eksistensi dan cara hidup mereka yang khas dengan menerapkan 7 prinsip dalam menejemen sumber daya alam, yaitu :

1. Kesinambungan
2. Kolektivitas
3. Keanekaragaman
4. Subsistensi
5. Organik
6. Ritualitas
7. Hukum Adat

Ke 7 prinsip ini dapat ditemui dalam sistem pengelolaan sumber daya alam pada semua sub suku Dayak. Secara konsisten orang Dayak menerapkan ke 7 prinsip ini sehingga terjadilah apa yang dicita-citakan banyak orang yakni sebuah sistem pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Para ahli mengemukakan bahwa Pembanguna berkelanjutan harus memenuhi sekurang-kurangnya 3 syarat, petama, secara ekonomis menguntungkan, kedua, secara ekologis lestari dan ketiga, secara budaya tidak merusak. Orang Dayak sesungguhnya telah menerapkan praktek pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan selama berabad-abad.
Hampir 80% masyarakat adat (Indigenous Peoples) Dayak di Kalimantan mata pencahariannya berladang. Berladang bukan sekedar untuk hidup tapi ladang turut membentuk peradaban orang Dayak. Karena dari membuka lahan hingga akhir panen ada aturan yang hatus ditaati, adatnya inilah yang membentuk kebudayaan Dayak. Tidak benar aktivitas ladang berpindah sama dengan kegiatan merusak hutan. Istitut Dayakologi menyebutkan bahwa sistem ladang berpindah itu sebagai sistem pertanian asli terpadu (integrated indigenous farming system). Bukan ladan gberpindah tetapi ladang bergilir. Sebab sistem perladangan dari masyarakat Dayak ini berladang dilahan lain untuk memberi kesempatan lahan lama itu cukup tua (10-15 tahun) yang nantinya akan mereka ladangi lagi. Sistem pertanian ini merupakan jawaban yang tepat bagi perjuangan mempertahankan kehidupan iatas tanah yang relatif kurang subur. Menurut Prof. Dr. Syarif Ibrhamim Alqadri dari FISIP Universitas Tanjungpura, sistem perladangan seperti ini tidak dapat dituding sebagai sumber kerusakan hutan. Daur perladangan sekitar 10-15 tahun secara teratur menyebabkan hutan subur berkelanjutan.

Aktifitas berladang tidak bisa terlepas dari hutan. Tanpa hutan, maka tidak akan ada ladang. Dalam berladang lahan yang dibutuhkan tidak luas maksimal hanya 1,5 hektar, setelah panen ladang ditanami pepohonan seperti karet, tengkawang, rotan, dan aneka jenis buah. Dalam waktu 10-15 tahun lahan tersebut telah berubah menjadi hutan kembali. Menanami ladang dengan pepohonan adalah wajib bagi setiap peladang. Kewajiban itu tidak terlepas dari adat yang dipegang oleh masyarakat Dayak. Jadi tidaklah mengherankan apabila hutan adalah eksistensi masyarakat Dayak.

Hutan bagi masyarakat Dayak merupakan dunia, sumber kehidupan. Kedudukan dan peran hutan seperti itulah yang mendorong masyarakat Dayak untuk memanfaatkan hutan di sekitar mereka dan sekaligus menumbuhkan komitmen untuk menjaga kelestariannya demi keberadaan dan kelanjutan hidup hutan itu sendiri. Untuk melakukan hal itu, masyarakat Dayak dibekali oleh mekanisme alamiah dan nilai budaya yang mendukung pemanfaatan hutan demi kelanjutan hidup dan pelestarian alam. Seperti penerapan 7 prinsip pengelolaan sumber daya alam yang telah disbutkan diatas.

Selain itu untuk memelihara, menjaga dan melindungi keberadaan hutan itu muncul dari perlakuan adat istiadat, peranan isntitusi adat dalam pengaturan sangsi dan denda serta mekanisme yang berkembang secara alamiah dari alam.

Hutan bagi masyarakat adat Dayak memang berperan sangat besar, ini terbukti dari sumber mata pencaharian mereka bersumber dari hutan (berladang), semua unsur kehidupannya juga bersumber dari hutan seperti bahan-bahan untuk membuat rumah panjang, semua didapat dari hutan. Seluruh bangunan berbahan kayu, tentu saja saat ini sudah banyak rumah panjang yang menggunakan seng sebagai atap rumah, paku baja sebagai pengikat dan pasak. Sebelum ada semua itu, bahan dasar pembuat rumah panjang dari kayu dan rotan. Demikian juga alat angkut, seperti sampan, lalu alat-alat rumah tangga seperti tikar, bakul dan alat-alat berperang seperti perisai, sumpitan, semua terbuat dari kayu.

Maka tidaklah mengherankan jika ada ungkapan yang mengatakan bahwa hancurnya hutan akan menghancurkan kehidupan ideologi, budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat adat Dayak. Menurut Prof. DR Syamsuni Arman, seorang peneliti dari FISIP Universitas Tanjungpura, ada dua kekuatan besar yang akan mengubah drastis kebudayaan Dayak, yakni, pertama, perubahan ekologi hutan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif sehingga hubungan sosial yang dibina diatasnya akan mengalami perubahan juga. Kedua, berubahnya orientasi orang Dayak sehingga ketergantungan mereka terhadap hutan makin berkurang.

Masyarakat adat Dayak dalam mengelola sumber daya alamnya meeka membagi wilayah mereka (Binua) kedalam beberapa bagian, seperti masyarakat adat Dayak Simpakng yang menunjukkan kearifan mereka dalam mengelola sumber daya alam seperti :

1. Proses Perladangan
Sistem perladangan (Uma – Dayak Simpakng, Umai – Dayak Iban, Muh- Dayak Mayau, Huma – Dayak Kanayatn, Lakau- Dayak Jalai, Lako – Dayak Krio dan Pawan) pada beberapa subsuku Dayak dilaksanakan melalui proses yang sangat arif dan bijaksana.

Pada masyarakat adat Dayak Simpakng sebelum mereka membuka hutan mereka melakukan upacara adat nudok angko tautn, yakni upacara adat membuka tahun, meminta ijin pada Duwata (Tuhan), kemudian dilanjutkan dengan ngusok/nurutn tagor yaitu survey calon kawasan ladang, dan meminta ijin pada Menkedum Jembalang Tonah dan Puyaknggana (Duwata pemilik hutan). Upacara ini juga untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah, menghindari sumber mata air, pohon kayu madu, kayu damar, dan buah-buahan, serta menghindari tembawang dan tanah keramat.

Adapun tahapan perladangan masyarakat adat Dayak Simpakng adalah sebagai berikut :
1. Musyawarah batas, maksudnya menentukan batas ladang dan meminta ijin pada pemilik diareal perladangan nantinya. Jadi harus ada mufakat dalam musyawarah tersebut.
2. Minu (menebas), setelah mendapatkan lahan hal yang perlu dilakukan adalah penebasan. Alat yang digunakan seperti bore (parang), baliokng (beliung). Ketika melakukan penebasan tersebut lahan yang bersangkutan tiba-tiba dihinggapi oleh panginget/penyinyet (lebah madu) maka lahan itu harus segera ditinggalkan dan mencari lahan baru.
3. Nobakng (menebang), dalam melakukan aktifitas ini ada beberapa aturan yangharus ditaati, yaitu tidak boleh mengenai usaha orang lain, jamih (bawas) orang lain, pohon madu, kebun, kampokng buah, keramat. Jika kejadiannya tidak desengaja maka yang bersangkutan harus segera memberitahukan kepada pemiliknya.
4. Mpo ropa (masa pengeringan), masa ini berkisar antara 1,5 – 2 bulan, tergantung dari kondisi iklim. Bila panas terus menerus maka daun, ranting, dahan dan batang kayu akan cepat kering. Bila demikian maka ladang akan dibakar hangus (mosu). Hangus tidaknya sebuah ladang yang akan dibakar sangat menetukan tingkat kesuburan tanaman baik padi maupun tanaman sayur mayur lainnya.
5. Miadakng (membuat sekat bakar), merupakan proses pembersihan disekeliling muh (ladang) yang sudah ditebang dengan tujuan agar api tidak menjalar ketempat lain.(me lada’ – Dayak Jalai, lale’ – Dayak Iban, watah – Dayak Hibun)
6. Ngucol (membakar), setelah miadakng maka dilakukan pembakaran, namun sebelum dilakukan pembakaran semua warga yang ladang, kebun atau usaha lain yang berdekatan dengan ladang yang akan dibakar harus diberitahukan terlebih dahulu. Membakar juga harus berlawanan dengan arah angin, tidak boleh membakar dimusim angin kencang dan panas terik, dan biasanya pembakaran dimulai pukul 14.00 wib.
7. Ngarorak, jika di hutan rimba setelah pembakaran selama minimal 3 hari tidak boleh keladang karena masih ada bara yang menyala. Ketika api sudah padam maka kayu yang tidak ahbis terbakar disingkirkan kegiatan inilah yang dinamakan ngarorak. Tumpukan kayu bekas bakaran itu namanya panok. Panok itu akan dibakar sebelum pulang pada pukul 18.00 wib. Areal bekas membakar panok itu akan subur untuk menanam cabe, jahe, kunyit, terong dan sebagainya.
8. Tamurok (menanam padi), kegiatan penanaman padi ini biasanya dilakukan 2 orang seorang laki-laki yang membuat lobang diikuti dibelakangnya, seorang wanita, yang melakukan penanaman benih padi. Alat yang digunakan adalah tugal yang panjangnya 2,5 meter dengan diameter 3 cm ujungnya diruncingkan agak tumpul.
9. Miobuh (merumput), sekitar 1,5 bulan setelah padi ditanam dilakukan pembersihan rumput diladang, tujuannya agar rumput tidak mengganggu pertumbuhan padi.
10. Biti ampar kuning podi, setelah merumpun kegiatan berladang berhenti sampai masa panen tiba, masa 3 minggu- 1bulan digunakan untuk perbaikan jalan ke pondok, membuat tempat pemberhentian (mpadas/ mpalakng) sebelum padi di masukkan kedalam jurokng (lumbung). Mereka juga kadang menoreh karet untuk kemudian dijual kepasar.
11. Ngotump (panen), padi yang dipanen ini harus benar-benar masak, jika belum maka padi itu akan cepat busuk jika disimpan, padi yang pertama masak diambil dan setiap anggota keluarga harus mencicipi berasnya. Sebelum panen ada upacara adat yang bernama mota dan ngamaru. Mota adalah upacara yang menyatakan bahwa panen akan dimulai dan ngamaru upacara pemberitahuan bahwa padi hasil panen itu akan dimakan oleh anggota keluarga.
12. Gawe Tautn (upacara syukuran), upacara syukuranyang melibatkan seluruh warga di kampung yang bersangkutan. Didalamnya terdapat makan-makan bergendang (tarian), minum tuak, menari dan sebagainyadan upacara ini dilakukan di rumah bentang atau rumah panjang.
13. Bacucok batonam (bersosok tanam), ladang yang baru dipanen padinya dinamakan jamih atau bawas. Jamih ini dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

i. Jamih mongut (bawas muda dibawah 5 tahun)

ii. Jamih malakng (bawas yang subur berumur sampai 7 tahun)

iii. Jamih muntuh (bawas tua yang berumur 7-25 tahun)

Jamih bisa ditanami tanaman keras seperti karet, pohon madu, kayu belian, keladan, dan lain-lain. Sedangkan buah-buahan seperti diatn (durian), ramut (rambutan), duku, rosat (langsat), galimikng (belimbing), pakawe (sejenis durian), kunyet, sore, pinang, nyior, sireh, tuba, itu semua ditanam disekitar pondok (dango).

2. Pengelolaan Kebotn gotah
Kearifan masyarakat adat Dayak dalam mengelola sumber daya alamnya, yaitu menanam lahan bekas berladang dengan tanaman keras. Bibitnya telah disiapkan 6 bulan – 1 tahun sebelum panen berakhir. Bibit ini diambil dari lahan lain, ketika lahan ditinggalkan selama 7-10 tahun maka sudah siap dipanen.

3. Pengelolaan pohon madu
Pohon madu yang dimaksud adalah pohon yang biasa digunakan oleh lebah untuk membuat sarang. Pohon madu ini termasuk sebagai keramat pedagi (benda keramat)

4. Pengelolaan kawasan hutan cadangan
Kawasan hutan ini sangat dikeramatkan, ini merupakan hutan konservasi yang tidak boleh dimanfaatkan, termasuk sebagai tonah colap tarutn pusaka. Ciri kawasan jenis ini adlaah bukit atau gunung yang didalamnya terdapat banyak tanaman obat, tanaman langka, banyak binatang, sungai yang masih banyak ikan, dan terdapat aneka bahan bangunan, kawasan tersebut telah ditetapkan dan diwariskan secara turun temurun dan pengelolaannya diatur dalam hukum adat. Biasanya kayu boleh diambil untuk keperluan hidup bukan untuk diperjualbelikan.

5. Pengelolaan keramat
Masyarakat adat Dayak selain memiliki wilayah keramat didaratan juga di lubuk sungai. Temapt seperti ini dipelihara, dilindungi dan dihormati oleh warga masyarakat. Didaerah tersebut tidak boleh ada kegiatan apapun kecuali upacara adat yang dilakukan 3 kali dalam setahun.

6. Pengelolaan Tembawang
Kawasan ini adalah bekas lahan yang telah ditinggalkan selama 5-10 tahun ditandai dengan banyak tanaman keras dan juga beberapa bekas perabot rumah tangga. Tembawang dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu :

1. Tembawang rumah/ kambokng, terdapat dirumah
2. Tembawang dango, terdapat disekitar pondok ladang 2-5 tahun yang lalu.
3. Tembawang dukoh, terdapat disekitar pondok semi permanen yang pernah didiami antara 5-10 tahun.
4. Tembawang bagant, terdapat di rimba, sempat didiami selama 3 minggu sampai sebulan kegiatan berburu.

7. Pengelolaan Jamih
Jamih adalah lahan bekas ladang, dan biasanya masih dirawat oleh pemiliknya karena akan diladangi lagi sekitar puluhan tahun lagi. Antara jamih dengan jamih lainnya ada batasan (bat) biasanya batasan ini berupa sungai, kayu yang tahan lama seperti kayu belian, bambu hidup, tanaman buah seperti durian atau angkabakng (tengkawang)

8. Pengelolaan are sungai
Air sungai merupakan sumber kehidupan lain bagi masyarakat adat Dayak. Agar air sungai dapat digunakan untuk masyarakat maka masyarakat Dayak tidak pernah berladang di tepi sungai, sehingga kayu yang berada di pinggir aliran sungai akan tetap ada yang berguna juga untuk pelindung dan penangkal erosi. Terkadang masyarakat Dayak melakukan ritual untuk menuba di aliran sungai tetapi meuba itu pun tidak boleh tiap hari. Ada upacara adat yang harus dilakukan sebelum melakukan penubaan

9. Mokatn tonah dan Nungkat Gumi
tujuan pelaksanaan adat ini adalah memulihkan kembali hutan kawassan adat yang dikelola oelh warga masyarakat adat. Upacara Nungkat Gumi dilakukan setiap 7 tahun sekali selama 7 hari 7 malam. Setelah upacara itu masyarakat melakukan pantakng ponti, dan selama masa pantangan itu tidak diperbolehkan memetik tanaman (balayo), me bia ikatn dari amun toruh tanyokng ka soju, toruh tanyokng ka soba (tidak boleh mengambil ikan tujuh tanjng kehilir dan kehulu dari sungai tempat mandi mereka), memotong atau makan hewan potongan, nyingor (bersiul), berpesta dan sebagainya.

Dari penjelasan diatas maka terlihat bahwa Masyarakat Adat Dayak mempunyai kearifan terhadap lingkungan yang sangat tinggi, walaupun terkadang mereka di tuding sebagai aktor perusak lingkungan karena mereka melakukan sistem pertanian dengan sistem ladang berpindah.

Bentuk partisipasi masyarakat adat adalah adanya usaha memetakan wilayah mereka, terutama yang berkaitan dengan wilayah adat mereka. Pemetaan partisipatif ini dilakukan mengingat masyarakat adat Dayak hidup sepenuhnya tergantung dari Hutan. Sehingga mereka merasa perlu untuk menata ulang dan menginventarisasi ulang kepemilikan sumber daya alam yang mereka miliki. Pemetaan wilayah adalah suatu kegiatan memetakan wilayah adat yang dilakukan oleh masyarakat adat. Selain memetakan peruntukan lahan yang disesuaikan dengan fungsinya, juga memetakan sumber daya alam (potensi) lainnya seperti hewan dan binatang yang terdapat di dalam hutan. Setelah dilakukan pemetaan tersebut maka dibeberapa daerah dilakukan pembentukan Sistem Hutan Kerakyatan (SHK). Pada SHK ini terdapat dua konsep yang menjadi satu kesatuan. Yakni „sistem hutan” dan „kerakyatan”. „Sistem hutan” artinya bahwa hutan dalam konsep SHK bukan sekedar tegakan kayu melainkan suatu sistem pengelolaan kawasan „wilayah hukum adat” yang elemen-elemennya terdiri dari kawasan kambokng (kampung/ pemukiman), muh, uma, mih, lakau, lako (ladang), kebont (kebun), rimma (rimba), tamakng (tembawang), karamat (keramat/tempat suci), kubor atau tamak (perkuburan), sunge (sungai), dano (danau). Dalam sistem hutan ini tedapat pembagian peruntukan lahan yang disesuaikan dengan fungsinya. Sistem hutan berfungsi sebagai penopang sistem kehidupan setempat dan sumber pengembangan kebudayaan setempat. Sebagai penopang sistem kehidupan, formasi sistem hutan alam memberikan prasyarat bagi berlangsungnya kehidupan masyarakat setempat dengan menyediakan air, menjaga kesuburan tanah, sumber makanan, dan lain-lain. Sistem hutan ini juga berfungsi sebagai sumber pengembangan kebudayaan, masyarakat setempat dengan kemampuan budi dan nalarnya mengembangkan pengetahuan, nilai-nilai, norma kepercayaan mereka pada setiap model pengelolaan hutan kawasan adat.

Kata „kerakyatan” menegaskan bahwa aktor utama dalam pengelolaan hutan adalah komunitas-komunitas lokal. Karena itu tujuan pengelolaan hutan adalah memberikan manfaat dan keuntungan sebesar-besarnya pada komunitas-komunitas lokal, dengan demikian akan terwujud pengelolaan hutan yang adil dan lestari.

Suatu kawasan layak dinamakan sistem hutan kerakyatan jika memenuhi 9 karakteristik. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :

1. Aktor utama adalah rakyat (masyarakat lokal)
2. Lembaga pengelola dibentuk, dilaksanakan dan dikontrol secara langsung oleh rakyat.
3. Memiliki penguasaan teritorial yang jelas.
4. Interaksi antara masyarakat adat dengan lingkungannya sangat erat dan langsung. Ekosistem menjadi bagian yang penting dari sistem kehidupan rakyat setempat
5. Pengetahuan lokal menempati posisi yang penting dan melandasi kebijaksanaan dan tradisi sitem pengelolaan hutan.
6. Teknologi lokal adalah proses adaptasi yang dikuasai rakyat.
7. Skala produksi tidak dibatasi, kecuali oleh prinsip-prinsip kelestarian (sustainability)
8. Sistem ekonomi didasarkan pada kesejahteraan bersama dan keuntungan dibagi secara adil serta profesional.
9. Keanekaragaman hayati mendasari berbagai bidangnya; dalam jenis dan genetis; pola budidaya dan pemanfaatan sumber daya; sistem ekonomidan lain-lain.

Aktor dari sistem hutan kerakyatan ini adalah masyarakat adat, karena mereka memiliki budaya, pengalaman dan pengetahuan sejak turun temurun dalam mengelola sumber daya alam hutan mereka. Hal ini bisa dilihat dari tahapan-tahapan yang mereka lakukan sebelum membuka ladang, kepercayaan mereka akan tanda-tanda alam serta penggunaan alat dalam mengelola sumber daya alam yang semuanya tidak merusak alam disekitar mereka.

Selasa, 06 Juli 2010

Taman Nasional Bukit Baka Raya (Kab. Melawi)


Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya merupakan Kawasan konservasi yang menjadi taman nasional yang terletak di jantung Pulau Kalimantan, tepatnya di perbatasan antara provinsi Kalimantan Barat Kabupaten Melawi dengan Kalimantan Tengah. Kawasan ini memiliki peranan penting dalam Fungsi hidrologis sebagai catchment area bagi Daerah Aliran Sungai Melawi di Kalimantan Barat dan Daerah Aliran Sungai Katingan di Kalimantan Tengah.

Kawasan hutan Bukit Baka-Bukit Raya Merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan tropika pengunungan yang mendoninasi puncak-puncak Pegunungan Schwaner. Bukit Baka-Bukit Raya merupakan gabungan Cagar Alam Bukit Baka di Kalimantan Barat dan Cagar Alam Bukit Raya di Kalimantan Tengah. Penetapan Kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 281/Kpts- II/1992, tanggal 26 Pebruari 1992 seluas 181.090 Ha.

Kawasan hutan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya didominir oleh puncak-puncak pegunungan Schwaner. Keberadaan pegunungan tersebut merupakan perwakilan dari tipe ekosistem hutan hujan tropika pegunungan dengan kelembaban relatif tinggi (86%).

Tercatat 817 jenis tumbuhan yang termasuk dalam 139 famili diantaranya Dipterocarpaceae, Myrtaceae, Sapotaceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, dan Ericadeae. Selain terdapat tumbuhan untuk obat-obatan, kerajinan tangan, perkakas/bangunan, konsumsi, dan berbagai jenis anggrek hutan. Terdapat bunga raflesia (Rafllesia sp.) yang merupakan bunga parasit terbesar dan juga tumbuh di Gunung Kinibalu Malaysia. Tumbuhan endemik antara lain Symplocos rayae, Gluta sabahana, Dillenia beccariana, Lithocarpus coopertus, Selaginnella magnifica, dan Tetracera glaberrima.


Jenis burung yang menetap di taman nasional ini antara lain enggang gading (Rhinoplax vigil), rangkok badak (Buceros rhinoceros borneoensis), enggang hitam (Anthracoceros malayanus), delimukan zamrud (Chalcophaps indica), uncal kouran (Macropygia ruficeps), kuau raja (Argusianus argus grayi), dan kuau kerdil Kalimantan (Polyplectron schleiermacheri). Kuau kerdil merupakan satwa endemik pulau Kalimantan yang paling terancam punah akibat kegiatan manusia di dalam hutan.

Masyarakat asli yang berada di sekitar taman nasional merupakan keturunan dari kelompok suku Dayak Limbai, Ransa, Kenyilu, Ot Danum, Malahui, Kahoi dan Kahayan. Karya-karya budaya mereka yang dapat dilihat adalah patung-patung kayu leluhur yang terbuat dari kayu belian, kerajinan rotan/bambu/pandan dan upacara adat.

Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi:
Bukit Baka.
Pendakian, menyelusuri sungai dan pengamatan satwa/tumbuhan. Bukit ini mempunyai ketinggian 1.620 meter dpl, dan sering ditutupi kabut dengan suhu udara antara 15° - 20°C. Puncak Bukit Baka dapat ditempuh sekitar tujuh jam perjalanan dari Dusun Nanga Juoi Kecamatan Manukung.
Bukit Raya. Pendakian, menyelusuri sungai dan pengamatan satwa/tumbuhan, wisata budaya. Ketinggian Bukit Raya sekitar 2.278 meter dpl, suhu udara antara 7° - 10°C. Lama pendakian dari Nanga Jelun-dung, dusun Rumokoy, Mihipit, Hulu Labang, Birang Merabai sampai ke puncak bukit sekitar 3-4 hari.
Sungai Senamang, Sepan Apui dan Sungai Ella. Arung jeram, sumber air panas, padang pengembalaan rusa, pengamatan satwa dan air terjun.

Atraksi budaya di luar taman nasional:
Kaburai. Stasiun Pelatihan dan Penelitian Kehutanan yang terletak di Dusun Kaburai. Tumbang Gagu. Melihat rumah panjang tradisional suku Dayak (Betang).

Musim kunjungan terbaik: bulan Juni s/d September setiap tahunnya

Cara pencapaian lokasi :
Cara pencapaian lokasi: Pontianak-Nanga Pinoh (mobil), 460 km selama sembilan jam dan dilanjutkan ke Nanga Nuak dengan speedboat selama 2,5 jam. Dari Nanga Nuak ke lokasi taman nasional selama dua jam dengan mobil. Atau dari Palangkaraya-Kasongan menggunakan mobil selama 1,5 jam, dilanjutkan menggunakan speedboat selama tiga jam menuju Tumbang Samba, dan ke Tumbang Hiran selama tiga jam dan ke Tumbang Senamang dan Kutuk Sepanggi selama dua dan empat jam.


Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi :

  • Arung jeram; lokasi arung jeram berada di sungai Ella (wilayah Kalimantan Barat) terletak di km 35 jalan PT. SBK (HPH PT Sari Bumi Kusuma) wilayah Resort Siyai/Dusun Belaban.
  • Pendakian/panorama alam; terdapat dua bukit yang cukup menarik dan menantang untuk pendakian, yaitu puncak Bukit Baka (1.617 m dpl) dan puncak Gunung Bukit Raya (2.278 m dpl), serta puncak Gunung Bukit Asing (1.750 m dpl), Bukit Melabanbun (1.850 m dpl), Bukit Panjing (1.620 m dpl), Bukit Panjake (1.450 m dpl), dan Bukit Lesung (1.600 m dpl).
  • Sumber air panas Sepan Apoi, di daerah Desa Batu Panahan, tepatnya pada sungai Bemban (anak sungai Katingan).
  • Air terjun Demang Ehud; Air terjun yang merupakan patahan sungai Ella hulu.
  • Wisata budaya; bagi yang mengagumi wisata dan menikmati karya budaya penduduk asli suku Dayak yang merupakan keturunan dari kelompok

suku Dayak Limbai, Ransa, Kenyilu, Ot Danum, Malahui, Kahoi dan Kahayan. Di antaranya adalah rumah betang (rumah panjang tradisional yang dihuni oleh beberapa kepala keluarga), patung-patung leluhur yang terbuat dari kayu ulin/belian, dan kerajinan tangan lainnya.

Senin, 05 Juli 2010

Tjilik Riwut (Tokoh Nasional)


Tjilik Riwut (lahir di Kasongan, Katingan, Kalimantan Tengah, 2 Februari 1918 – meninggal di Rumah Sakit Suaka Insan, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 17 Agustus 1987 pada umur 69 tahun) adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia meninggal setelah dirawat di rumah sakit karena menderita penyakit lever/hepatitis dalam usia 69 Tahun, dimakamkan di makam Pahlawan Sanaman Lampang, Palangka Raya Kalimantan Tengah.

Tjilik Riwut yang dengan bangga selalu menyatakan diri sebagai "orang hutan" karena lahir dan dibesarkan di belantara Kalimantan, adalah pencinta alam sejati juga sangat menjunjung tinggi budaya leluhurnya. Ketika masih belia ia telah tiga kali mengelilingi pulau Kalimantan hanya dengan berjalan kaki, naik perahu dan rakit.

Tjilik Riwut adalah salah satu putera Dayak yang menjadi KNIP. Perjalanan dan perjuangannya kemudian melampau batas-batas kesukuan untuk menjadi salah satu pejuang bangsa. Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998 merupakan wujud penghargaan atas perjuangan di masa kemerdekaan dan pengabdian membangun Kalimantan (Tengah).

Setelah dari Pulau Jawa untuk menuntut ilmu, Tjilik Riwut diterjunkan ke Kalimantan sebagai pelaksana misi Pemerintah Republik Indonesia yang baru saja terbentuk, namun beliau tidak terjun. Nama-nama yang terjun merebut kalimantan adalah Harry Aryadi Sumantri, Iskandar, Sersan Mayor Kosasih, F. M. Suyoto, Bahrie, J. Bitak, C. Williem, Imanuel, Mika Amirudin, Ali Akbar, M. Dahlan, J. H. Darius, dan Marawi.

Rombongan-rombongan ekspedisi ke Kalimantan dari Jawa yang kemudian membentuk barisan perjuangan di daerah yang sangat luas ini. Mereka menghubungi berbagai suku Dayak di berbagai pelosok Kalimantan untuk menyatukan persepsi rakyat yang sudah bosan hidup di alam penjajahan sehingga bersama-sama dapat menggalang persatuan dan kesatuan.

Selain itu, Tjilik Riwut berjasa memimpin Operasi Penerjunan Pasukan Payung Pertama dalam sejarah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia pada tanggal 17 Oktober 1947 oleh pasukan MN 1001, yang ditetapkan sebagai Hari Pasukan Khas TNI-AU yang diperingati setiap 17 Oktober. Waktu itu Pemerintah RI masih di Yogyakarta dan pangkat Tjilik Riwut adalah Mayor TNI. Pangkat Terakhir Tjilik Riwut adalah Marsekal Pertama Kehormatan TNI-AU.

Tjilik Riwut adalah salah seorang yang cukup berjasa bagi masuknya pulau Kalimantan ke pangkuan Republik Indonesia. Sebagai seorang putera Dayak ia telah mewakili 142 suku Dayak pedalaman Kalimantan bersumpah setia kepada Pemerintah RI secara adat dihadapan Presiden Sukarno di Gedung Agung Yogyakarta, 17 Desember 1946.

Sebagai tentara, pengalaman perangnya meliputi sebagian besar pulau Kalimantan dan Jawa. Setelah perang usai, Tjilik Riwut aktif di pemerintahan. Dia pernah menjadi Gubernur Kalimantan Tengah, menjadi koordinator masyarakat suku-suku terasing untuk seluruh pedalaman Kalimantan, dan terakhir sebagi anggota DPR RI.

Keterampilan dalam menulis diasahnya semasa dia bergabung dengan Sanusi Pane di Harian Pembangunan. Tjilik Riwut telah menulis sejumlah buku mengenai Kalimantan: Makanan Dayak (1948), Sejarah Kalimantan (1952), Maneser Panatau Tatu Hiang (1965,stensilan, dalam bahasa Dayak Ngaju), Kalimantan Membangun (1979).

Kabupaten Melawi (Kalimantan Barat)


Kabupaten Melawi merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Propinsi Kalimantan Barat. Kabupaten ini terletak di antara garis 07'-1020' Lintang Selatan dan 1117'-11227' Bujur Timur. Kabupaten Melawi berbatasan dengan kecamatan Dedai, Kabupaten Sintang di sebelah utara, dengan kecamatan Tumbang Selam, Kabupaten Kota Waringin Timur provinsi Kalimantan Tengah di sebelah selatan, dengan kecamatan Serawai Kabupaten Sintang di sebelah timur dan dengan kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang di sebelah barat.

Daerah Kabupaten Melawi mempunyai luas wilayah 10.640,80 Km serta memiliki tujuh Kecamatan dengan Nanga Pinoh sebagai ibukotanya. Sebagian wilayah Menukung yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Melawi, termasuk dalam Taman Nasional Bukit Baka seluas 180.000 hektar yang ditumbuhi 817 jenis pohon serta beragam fauna.

Taman nasional yang mencerminkan kehidupan alami hutan tropis ini juga membentang di atas tanah kabupaten tetangga, bahkan provinsi tetangga karena posisinya ada di perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Kecamatan Menukung dan Ella Hilir juga memiliki potensi lain. Permukaan tanah yang relatif lebih landai dibanding perbukitan di bagian barat berpeluang untuk pembudidayaan kelapa sawit.

Di sektor pertanian tanaman pangan menjadi sektor penting dalam ekonomi Melawi. Mayoritas penduduk atau tepatnya 44,3 persen mencari nafkah dengan bertani palawija dan padi. Para petani umumnya bercocok tanam di lahan kering yang dibagi dua. Sebagian untuk padi ladang atau palawija, sisanya ditanami karet. Getah-getah karet dari kebun-kebun rakyat serta satu perkebunan swasta yang telah diolah menjadi bentuk kotak putih dikirim ke Kabupaten Pontianak untuk diproses menjadi barang setengah jadi yang siap ekspor.

Aksi Damai IPDKM Bersama Ormas Dan Organisasi Kristiani KALBAR, mengutuk pernyataan MENKOMINFO Tifatul Sembiring


Pernyataan Mentri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring saat melakukan diskusi video asusila yang diduga diperankan oleh selebriti Luna Maya, Ariel dan Cut Tari, pada Jum’at, tanggal 18 Juni 2010 di Kementerian Kominfo, Jakarta, dimana Tifatul Sembiring menganalogikan Polemik video mesum itu mirip dengan Perdebatan peristiwa Penyaliban Isa Almasih antara keyakinan Umat Islam dan Keyakinan Kristiani. Hal tersebut sangat melukai rasa keadilan dan kebenaran agama yang resmi diakui dan dilindungi oleh Hukum Negara Republik Indonesia, PANCASILA dan UUD’45 sebagai Dasar dan Sumber Hukum tertinggi di Indonesia.
Bapak Atan Palil Tokoh Masyarakat Katolik sekaligus Ketua Majelis Adat Dayak Nasional Perwakilan Kalimantan Barat menyatakan, “Masyarakat Indonesia umumnya dan secara khusus Masyarakat Kalimantan Barat tidak dapat menerima Pelecehan dan Penodaan Agama yang justru dilakukan oleh seorang pejabat Negara setingkat Menteri yang mengurusi Komunikasi dan Informasi (MENKOMINFO). Pernyataan kontroversial dan bernuansa pelecehan tersebut haruslah disikapi secara arif, bijaksana dan tegas baik oleh yang bersangkutan selaku Pejabat Negara maupun oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Soesilo Bambang Yudhono selaku Kepala Negara dan Pemerintahan yang bertanggungjawab terhadap perlindungan Hak Asasi bagi seluruh Rakyat Indonesia.”
Lidya Natalia Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) mengungkapkan, “Seorang pejabat publik seharusnya bisa mengemas kata-kata yang pantas ketika menyampaikan pernyataan sikap simbol-simbol agama. Sepatutnya jangan sampai dibicarakan atau di ekspose apalagi untuk perbandingan-perbandingan apapun bentuk dan caranya. Indonesia sangat menjunjung tinggi plurarisme, jadi tolong sebagai MENKOMINFO harus bisa lebih jeli dan intelek dalam berbicara. Kepada Presiden SBY, ganti Tifatul secepatnya! “ Demikian Lidya menegaskan.
“Aksi Damai Bersama yang akan dilakukan oleh Organisasi Masyarakat Kalimantan Barat yang terdiri dari Tokoh masyarakat, aktifis dan Organisasi Masyarakat (ORMAS) Lintas Agama yang dipersatukan oleh Kepedulian dan Keprihatinan dengan minimnya sensitifitas terhadap perlakuan semena-mena dan pelecehan yang merusak keharmonisan hidup di Republik Indonesia negeri kita tercinta.”, demikian ungkap Stefanus Teddy Koordinator Media dan Humas Aksi Bersama yang juga Direktur Center for Borneo Studies.
Marselina Maryani Soeryamassoeka S. Hut selaku Koordinator Umum Aksi Bersama Organisasi Masyarakat Kalimantan Barat dan juga Ketua Betang Community mengungkapkan , “Kegiatan Aksi Damai Bersama ini akan diikuti oleh lebih dari 30 Ormas Lintas Agama dan Masyarakat Adat dengan rangkaian kegiatan Long March ke Kantor DPRD Kalimantan Barat, Aksi Kesenian & Teatrikal melibatkan aktifis seni dan mahasiswa, Pernyataan Sikap yang akan di sampaikan kepada Ketua DPRD Kalimantan Barat, Gubernur Kalimantan Barat, Kapolda Kalimantan Barat serta Surat Pernyataan Sikap dan Tuntutan Class Action mengenai Penodaan Agama yang akan disampaikan kepada Presiden SBY, Ketua DPR-RI, Ketua MPR-RI, Ketua Mahkamah Agung, DPD-RI, Kapolri yang akan diantar langsung oleh perwakilan Aksi ini.”
“Aksi Bersama ini akan dilakukan pada Hari Senin Tanggal 28 Juni 2010 jam 08.00 WIB dengan start awal di Rumah Betang Kalbar Jl. Sutoyo Pontianak dengan estimasi peserta sekitar 1000 orang. Untuk peserta Aksi yang berasal dari luar daerah harap menghubungi Koordinator Umum Aksi di Sekretariat Rumah Betang agar bisa terkoordinasikan dan mencegah penyusupan.” Tambah Marselina Maryani Soeryamassoeka, S. Hut selaku Koordinator Umum Aksi.
Demikian Press Release ini dibuat untuk dapat dipublikasikan.
Hormat kami,
Koordinator Media dan Humas,

Stefanus Teddy, SE
HP. 0856 5450 9318

Lampiran :
PERNYATAAN SIKAP BERSAMA
ORGANISASI MASYARAKAT (ORMAS) KALIMANTAN BARAT

Terhadap pernyataan Mentri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring saat melakukan diskusi video asusila yang diduga diperankan oleh selebriti Luna Maya, Ariel dan Cut Tari, pada Jum’at, tanggal 18 Juni 2010 di Kementrian Kominfo, Jakarta, dimana Tifatul Sembiring menganalogikan Polemik video mesum itu mirip dengan Perdebatan peristiwa Penyaliban Isa Almasih antara keyakinan Umat Islam dan Keyakinan Kristiani. Maka kami dari berbagai Organisasi Masyarakat Kalimantan Barat dengan ini menyampaikan Pernyataan Sikap sebagai berikut:

1. Bahwa kami sangat keberatan atas pernyataan Tifatul sembiring seperti tersebut di atas, karena telah melakukan penodaan terhadap ajaran agama dan Iman Kristiani. Pernyataan Tifatul Sembiring bagi kami merupakan sebuah tragedi yang sangat menyakitkan dan merupakan pelecehan dan penodaan terhadap ajaran agama Kristiani karena seenaknya membuat analogi menyesatkan yang tidak etis dan sungguh-sungguh telah melukai hati dan perasaan umat Kristiani serta dapat mengganggu keharmonisan umat beragama di Indonesia.
2. Meminta kepada Presiden Republik Indonesia Bapak DR. Susilo Bambang Yudoyono untuk mencopot Tifatul Sembiring sebagai Mentri Komunikasi dan Informatika karena telah menurunkan citra Pemerintahan Kabinet Bersatu Jilid II yang nota bene adalah pejabat Negara dan figure public.
3. Meminta kepada Kapolri untuk memproses secara hukum Tifatul Sembiring atas pernyataannya yang dianggap melakukan tindak pidana penodaan terhadap ajaran agama, yang diakui dan berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
4. Menuntut Tifatul Sembiring untuk meminta maaf kepada seluruh Umat Kristiani dan semua umat beragama atas pernyataannya serta menarik pernyataan tersebut dan mengklarifikasinya serta memuat Pernyataan Permohonan Maaf di media masa dan elektronik.
5. Menghimbau kepada semua pihak agar mengedepankan etika, moral dan intelektualitas dalam menyampaikan pernyataan, sehingga tidak menimbulkan ketersingungan kepada pihak-pihak tertentu dan tidak keluar dari koridor hukum dan tujuan yang diinginkan
6. Meminta kepada semua pihak untuk tidak membuat statemen atau seruan yang bersifat menyinggung, menodai dan provokatif yang menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat dimana situasi kehidupan beragama di Indonesia saat ini sudah cukup harmonis, aman, damai dan kondusif.
Demikian pernyataan sikap bersama ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan penuh rasa tanggung jawab, demi keamanan, ketertiban dan kedamaian di Negeri Indonesia yang kita cintai.



ORGANISASI MASYARAKAT (ORMAS) KALIMANTAN BARAT :
1. PEMUDA KATOLIK (PK) KOMDA KALBAR
2. PENGURUS WILAYAH GERAKAN PEMUDA (GP ANSOR) PROVINSI KALIMANTAN BARAT
3. CENTRE FOR BORNEO STUDIES (CROSS)
4. GERAKAN MUDA KRISTEN INDONESIA (GAMKI) KOMDA KALBAR,
5. PMKRI CAB.STO THOMAS MORE PONTIANAK
6. GERAKAN MAHASISWA KRISTEN (GMKI) CABANG PONTIANAK
7. PERSATUAN INTELEGENSI KRISTEN INDONESIA (PIKI) KALIMANTAN BARAT,
8. IKATAN SARJANA KATOLIK (ISKA) KOMDA KALIMANTAN BARAT
9. FORUM MAHASISWA DAYAK KABUPATEN SEKADAU,
10. PEMUDA DAYAK BETANG RAYA KALIMANTAN BARAT
11. IKATAN MAHASISWA KATOLIK (IMKA)– PIJAR FAKULTAS HUKUM UNTAN
12. KELUARGA MAHASISWA KATOLIK FKIP UNTAN
13. IKATAN MAHASISWA KABUPATEN BENGKAYANG
14. FORUM KOMUNIKASI KAMUDA’ MORENG (FKKM) KALIMANTAN BARAT
15. KELUARGA MAHASISWA KATOLIK (KMK) UNIVERSITAS TANJUNGPURA
16. DEWAN ADAT DAYAK KOTA PONTIANAK
17. SEKRETARIAT BERSAMA KESENIAN DAYAK (SEKBERKESDA) KALBAR
18. IKATAN PEMUDA DAYAK KAB. MELAWI
19. ASRAMA MAHASISWA KABUPATEN LANDAK
20. WANITA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA (WKRI) DPD KALIMANTAN BARAT
21. PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA (PMKRI) ST. ALBERTUS MAGNUS CABANG SUNGAI RAYA
22. BETANG COMMUNITY
23. IKATAN MAHASISWA KATOLIK FAKULTAS MIPA UNTAN
24. KELUARGA MAHASISWA KATOLIK FAKULTAS EKONOMI (GAMEKA) UNTAN
25. KOMUNITAS MAHASISWA KATOLIK FAKULTAS KEHUTANAN UNTAN
26. KERABAT MAHASISWA KATOLIK(KEWAKA) FISIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
27. IKATAN MAHASISWA KATOLIK (IMK) ST. PETRUS STKIP PGRI PONTIANAK
28. IKATAN MAHASISWA KATOLIK FAKULTAS PERTANIAN UNTAN
29. FORUM KOMUNIKASI MAHASISWA KABUPATEN SINTANG
30. DEWAN ADAT DAYAK PROVINSI KALBAR
31. MAJELIS ADAT DAYAK NASIONAL WILAYAH KALIMANTAN BARAT
32. IKATAN PELAJAR DAN MAHASISWA DAYAK UDANUM KALIMANTAN BARAT (IPMDUD KB)
33. FORUM KOMUNIKASI MAHASISWA KABUPATEN SINTANG
34. FORUM DEMOKRASI KALIMANTAN BARAT
35. IKATAN PEMUDA DAYAK KAPUAS HULU

KOORDINATOR UMUM,



MARSELINA MARYANI, S. HUT

Publish : Beny (admint Dayak Lovers)

Perjanjian Damai Tumbang Anoi 1893


Hasil dari Petemuan Tumbang Anoi Pada Tahun 1893, yang menyatukan seluruh sub suku dayak yg berada dibelahan tanah Kalimantan.

Pertemuan Kuala Kapuas, 14 Juni 1893 membahas:
1. Memilih siapa yang berani dan sanggup menjadi ketua dan sekaligus sebagai tuan rumah untuk menghentikan 3 H (Hakayau=Saling mengayau, Hopunu’=saling membunuh, dan Hatetek=Saling memotong kepala musuhnya).
2. Merencanakan di mana tempat perdamaian itu.
3. Kapan pelaksanaan perdamaian itu.
4. Berapa lama sidang damai itu bisa dilaksanakan.
5. Residen Banjar menawarkan siapa yang bersedia menjadi tuan rumah dan menanggung beaya pertemuan. Damang Batu’ menyanggupi. Karena semua yang hadir juga tahu bahwa Damang Batu’ memiliki wawasan yang luas tentang adat-istiadat yang ada di Kalimantan pada waktu itu, maka akhirnya semua yang hadir setuju dan ini disyahkan oleh Residen Banjar.

Lalu disepakati bahwa:

1. Pertemuan damai akan dilaksanakan di Lewu’ (kampung) Tumbang Anoi, yaitu di Betang tempat tinggalnya Damang Batu’.
2. Diberikan waktu 6 bulan bagi Damang Batu’ untuk mempersiapkan acara.
3. Pertemuan itu akan berlangsung selama tiga bulan lamanya.
4. Undangan disampaikan melalui tokoh/kepala suku masing-masing daerah secara lisan sejak bubarnya rapat di Tumbang Kapuas.
5. Utusan yang akan menghadiri pertemuan damai itu haruslah tokoh atau kepala suku yang betul-betul menguasai adat-istiadat di daerahnya masing-masing.
6. Pertemuan Damai itu akan di mulai tepat pada tanggal 1 Januari 1894 dan akan berakhir pada tanggal 30 Maret 1894.

Pertemuan Damai dari 1 Januari 1894 hingga 30 Maret 1894, di Rumah Betang Damang Batu’ di Tumbang Anoi. Dalam pertemuan Damai itu, dengan keputusan:

1. Menghentikan permusuhan antar sub-suku Dayak yang lazim di sebut 3H (Hakayou =saling mengayau, Hapunu’ = saling membunuh, dan Hatetek = saling memotong kepala) di Kalimantan (Borneo pada waktu itu).
2. Menghentikan sistem Jipen’ (hamba atau budak belian) dan membebaskan para Jipen dari segala keterikatannya dari Tempu (majikannya) sebagai layaknya kehidupan anggota masyarakat lainnya yang bebas.
3. Menggantikan wujud Jipen yang dari manusia dengan barang yang bisa di nilai seperti baanga’ (tempayan mahal atau tajau), halamaung, lalang, tanah / kebun atau lainnya.
4. Menyeragamkan dan memberlakukan Hukum Adat yang bersifat umum, seperti : bagi yang membunuh orang lain maka ia harus membayar Sahiring (sanksi adat) sesuai ketentuan yang berlaku. pada yang digunakan lawan*nya manu*sia.
5. Memutuskan agar setiap orang yang membunuh suku lain, ia harus membayar Sahiring sesuai dengan putusan sidang adat yang diketuai oleh Damang Batu’. Semuanya itu harus di bayar langsung pada waktu itu juga, oleh pihak yang bersalah.
6. Menata dan memberlakukan adat istiadat secara khusus di masing-masing daerah, sesuai dengan kebiasaan dan tatanan kehidupan yang di anggap baik.